Powered By Blogger

Minggu, 29 Agustus 2010

1. Ini bukan pilihanku (Hermy)



Hermy menatap sinis, teman-teman barunya. Mereka yang laki-laki, memakai kalung cabe di sepanjang tali papan namanya dan memakai topi kerucut aneh warna biru. Sedangkan yang perempuan, rambutnya dikepang banyak dengan papan nama yang talinya penuh bawang, serta topi kerucut dari karton pink. Benar-benar aneh, pikirnya.

Hermy memang tidak suka segala sesuatu yang serba meriah semacam MOS. Dia lebih suka mengurung diri, menyetel music metal sampai sekeras-kerasnya di kamar. Diantara semua temannya, hanya dia yang tidak memakai semua ornamen yang suruh senior nya. Dia sudah tiga kali ditegur oleh seniornya selama MOS ini. Tapi tak satu pun yang benar-benar menghukumnya. Yah wajar saja, toh dia ini anak semata wayang kepala sekolah SMA Harapan.

Dia benci sekolah ini, bagus diluar tapi busuk di dalam ditambah lagi dengan sikap sok baik ayahnya, yang ingin terlihat sebagai kepala sekolah teladan. Dia ingin bebas dari kepura-puraan ini dan pergi ke SMA idamannya, SMA Pelita.

“Udah donk, Mi, bĂȘte mulu kerjaan lho,” kata Renata
“Berisik lu, gue lagi gak mood tau,” kata Hermy sinis.
“Emangnya sejak kapan lu pake mood-moodan gitu, bukanya tiap hari juga lu gak pernah mood,” kata Renata cekikikan. “Eh, liat ada Januar. Adu, ganteng banget,” kata Renata
“Lu masih ngebet sama tuh orang. Ceking kayak gitu juga,” bales Hermy.
“Yah, lu mah ngeliat tuh pake mata doank sii,” kata Renata sebal
“Terus apa? Pake hati lagi? Batin? Kalbu? Teropong? Atau Teleskop?,” balas Hermy.
“Nggak, pake sedotan hehe,” kata Renata lagi

Mereka berdua tertawa terbahak-bahak. Hermy memang sudah sahabatan sama Renata sejak SD, bisa dibilang Renata adalah satu-satunya. Meskipun Hermy tergolong pandai dan terampil dalam hampir setiap bidang, tapi dia tidak pandai bergaul. Sebagian besar orang menjauhinya karena sikapnya yang tidak ramah terhadap orang lain serta cenderung sinis dan sarkastik. Begitu lah Hermy, dia tak tahan harus pura-pura baik di depan orang.

Tapi Renata selalu baik padanya, meskipun Hermy seringkali bersikap buruk. Hermy sangat menyayangi temannya yang satu ini, yang meski kadang menyebalkan tapi seringkali menghiburnya saat ia sedang sedih.

Sifatnya dengan Renata sangat berbeda, Renata yang meskipun agak centil sangat popular terutama di kalangan cowok. Ia cantik dan selalu ceria. Mungkin itu yang menjadikannya popular, pikir Hermi agak iri.

“Eh, kira-kira Januar masuk ekskul apa ya?” kata Renata
“Paskib”, jawab Hermy cuek.
“Paskib?!, Paskibra maksud lo?,” kata Renata tidak percaya.
“Bokapnya kan polisi, lagian dia emang pengen banget dari dulu masuk paskibra,” kata Hermy, yang memang masih saudara dengan Januar.
“Lu tahu darimana? Waktu SMP kan dia aktif banget di tim baket sekolah, kenapa sekarang tiba-tiba mau ke paskib?”
“Mana gue tahu, terserah dia kan mau masuk mana”, kata Hermy
“Kalo gitu gue ikutan paskib juga ah”, kata Renata

Hermy memandang Renata tidak percaya. Seakan Renata baru memutuskan menjadi petinju.
“Lu ikutan paskib, orang cuma berdiri di lapangan juga lu suka pingsan,” kata Hermy.
“Kan terserah gue mau masuk mana hehe,” kata Renata cekikan, membalas Hermy.

Bel berbunyi menandakan waktu istirahat selesai. “Yuk, kita ke kelas,” kata Renata
Hermy pun mengikutinya ke kelas sambil menghela nafas. Dia tidak yakin bisa bertahan melewati tiga tahun di tempat ini. Dia bahkan tidak yakin bisa bertahan tiga jam ke depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar